Sejak tahun 2018, pemerintah daerah wajib menyetorkan sebagian hasil pungutan pajak rokok di daerahnya untuk mendukung program BPJS Kesehatan.
Kewajiban itu tercatat dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 128/PMK.07/2018 yang berbunyi:
(1) Pemerintah Daerah wajib mendukung penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan.
(2) Dukungan penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kontribusi penerimaan yang bersumber dari Pajak Rokok bagian hak masing-masing daerah provinsi/kabupaten/kota.
(3) Kontribusi Pajak Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari 50% (lima puluh persen) atau ekuivalen sebesar 37,5% (tiga puluh tujuh koma lima persen) realisasi penerimaan yang bersumber dari Pajak Rokok masing-masing provinsi/kabupaten/kota.
Ditopang aturan tersebut, sepanjang 2022 BPJS Kesehatan menerima pendapatan Dana Jaminan Sosial (DJS) dari kontribusi pajak rokok senilai Rp269,7 miliar. Namun, perolehan ini turun 75% dibanding 2021 (year-on-year/yoy).
Pada 2022, pajak rokok juga hanya berkontribusi sekitar 0,2% terhadap total pendapatan DJS BPJS Kesehatan yang besarnya Rp148,1 triliun.
Adapun pada 2019, BPJS Kesehatan tidak tercatat menerima uang dari kontribusi pajak rokok, seperti terlihat pada grafik di atas.
(Baca: Beban Bertambah, Surplus BPJS Kesehatan Turun pada 2022)