Satu indikasi seseorang mengalami masalah kesehatan mental yang cukup terang adalah masalah perilaku dan ketidakstabilan emosional.
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan masalah perilaku dan emosional sebagai kesulitan seseorang dalam mengontrol perilaku atau emosi yang dapat merugikan diri sendiri atau mengganggu orang lain.
Jika dilihat berdasarkan status perkawinannya, masalah perilaku dan emosional paling banyak dialami oleh individu yang cerai. Pada Maret 2023, individu cerai hidup yang mengalami masalah terkait mental tersebut sebanyak 0,84% dan cerai mati 0,79%.
"Studi menguatkan bahwa perceraian dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan mental. Depresi, kecemasan, stres, masalah emosi, dan rasa kesepian adalah efek umum setelah perceraian," tulis BPS dalam laporannya.
Lalu individu berstatus kawin yang mengalami masalah perilaku dan emosional sebanyak 0,29%. Sementara orang yang belum kawin memiliki proporsi paling rendah, yakni hanya 0,17%.
BPS juga menemukan, masalah emosional lebih banyak ditemukan pada perempuan, dengan porsi 0,31%. Sedangkan laki-laki sebesar 0,29%.
"Beberapa penyebab kecemasan dan depresi yang dialami perempuan adalah konflik pasangan, perceraian, kehilangan orang dekat, dan masalah pengasuhan anak," kata penelitian Sandanger (2004), yang dikutip oleh BPS.
(Baca: Tren Cerai Talak dan Gugat di Indonesia pada 2018-2024)