Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kunjungan wisatawan ke Raja Ampat, Papua Barat Daya, meningkat dalam lima tahun terakhir. Tren ini berlaku baik untuk wisatawan mancanegara maupun domestik.
Pada 2020, BPS mencatat ada sekitar 1,6 ribu wisatawan domestik yang berkunjung ke Raja Ampat. Namun, pada 2021-2022 jumlahnya berkurang seiring dengan merebaknya pandemi Covid-19.
Usai pandemi mereda jumlah wisatawan domestik langsung naik signifikan hingga mencapai 8,3 ribu kunjungan pada 2024. Jumlahnya meningkat sekitar lima kali lipat dibanding 2020, serta menjadi rekor tertinggi lima tahun terakhir.
Di sisi lain, tren kunjungan wisatawan mancanegara ke Raja Ampat sedikit berbeda karena konsisten naik tiap tahun, bahkan dalam masa pandemi.
Dalam lima tahun belakangan jumlah turis asing di Raja Ampat sudah melonjak hampir 10 kali lipat, dari 2,6 ribu kunjungan pada 2020, menjadi sekitar 25 ribu kunjungan pada 2024.
(Baca: Kunjungan Turis Asing ke RI Baru Pulih 86% dari Dampak Pandemi)
Menurut riset Konservasi Indonesia bersama UNPATTI dan UNIPA pada 2017, Raja Ampat mampu menampung hingga 21 ribu wisatawan per tahun tanpa merusak lingkungan.
Jika satu turis asing menghabiskan sekitar US$1.000 selama sepekan di Raja Ampat, dengan daya dukung 21 ribu wisatawan per tahun, maka potensi ekonomi dari pariwisata berkelanjutan di sana mencapai US$21 juta atau Rp341,46 miliar per tahun.
"Angka tersebut belum termasuk efek dari perputaran transaksi selama kunjungan turis," kata Senior Ocean Program Advisor Konservasi Indonesia, Victor Nikijuluw, dalam siaran pers, Rabu (11/6/2025).
"Kami mengestimasikan untuk trickle-down dan multiplier effects sektor wisata Raja Ampat bisa mencapai US$31,5 juta (Rp512,19 miliar), sehingga total value wisata keseluruhan sangat mungkin mencapai US$52,5 juta (Rp853,6 miliar) per tahun," kata dia.
(Baca: Ada Tambang Nikel di Raja Ampat, Berapa Banyak Cadangan Nikelnya?)
Di tengah naiknya tren pariwisata, pada 2025 lingkungan Raja Ampat tercemar akibat pertambangan nikel.
Hal ini salah satunya dilaporkan TribunSorong.com, yang menunjukkan foto air laut di pantai Pulau Kawe, Raja Ampat, berwarna cokelat keruh.
"Kami saksi hidup, melihat langsung kondisi alam di area konsesi tambang nikel. Dampak kerusakan lingkungan telah tampak, perairan mulai tercemar," kata warga Raja Ampat, Ronisel Mambrasar, diwartakan TribunSorong.com (5/6/2025).
Pemerintah pun langsung merespons masalah ini dengan mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat yang dinilai melanggar ketentuan lingkungan hidup.
"Mempertimbangkan semua yang ada secara komprehensif, Bapak Presiden memutuskan bahwa empat IUP di luar PT GAG Nikel dicabut," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers, Selasa (10/6/2025).
"Setelah kita turun mengecek ke lapangan, kawasan-kawasan ini menurut kami harus kita lindungi dengan tetap memperhatikan biota laut dan juga ke arah konservasi. Bapak Presiden juga punya perhatian khusus untuk ini dan secara sungguh-sungguh untuk bagaimana menjadikan Raja Ampat tetap menjadi wisata dunia," katanya.
(Baca: Produksi Nikel di Raja Ampat Kecil Dibanding Daerah Lain)