Menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 yang digelar Kementerian Kesehatan (Kemnekes), terdapat 11,5% balita Indonesia usia 6-23 bulan yang mengonsumsi minuman manis baik rumahan maupun pabrikan dalam 24 jam terakhir saat survei dilakukan.
Ditilik berdasarkan wilayahnya, Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi provinsi dengan konsumsi minuman manis pada balita tertinggi, proporsinya mencapai 30,1% dari balita yang disurvei. Angka ini sekitar 2,6 kali lebih tinggi dari rerata nasional.
Selanjutnya ada Aceh, Papua, hingga Kalimantan Timur dalam daftar 10 besar. Berikut daftarnya:
- NTT: 30,1%
- Aceh: 27,4%
- Papua: 27,1%
- Papua Barat Daya: 25,7%
- Papua Selatan: 21,6%
- Kalimantan Utara: 20,3%
- Sumatera Utara: 18,1%
- Papua Barat: 17,5%
- Bali: 17,4%
- Kalimantan Timur: 17,3%
Sementara, provinsi dengan balita yang paling sedikit mengonsumsi minuman manis adalah Kepulauan Bangka Belitung, yakni hanya 3,3%. Lalu disusul Gorontalo dan NTB masing-masing 6,3% dan 6,6%.
SSGI 2024 dilaksanakan di 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota dengan melibatkan 345 ribu rumah tangga balita sebagai sampel.
Di samping itu, Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes Lovely Daisy menjelaskan, penggunaan gula tambahan pada anah di bawah usia 2 tahun dibatasi kurang dari 5% dari total kalori.
"Asupan gula yang disarankan berupa gula alamiah seperti buah segar, bukan jus buah atau produk dengan tambahan pemanis," kata Lovely, dilansir dari laman resmi Kemenkes, (19/12/2024).
Menurutnya, gula dapat berkontribusi pada asupan energi berlebih yang dapat menyebabkan obesitas dan karies gigi pada anak.
(Baca: Seberapa Sering Warga RI Konsumsi Makanan dan Minuman Manis?)