Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menemukan ada tambahan anak yang terinfeksi virus polio di Kabupaten Pidie, Aceh.
Temuan ini diperoleh dari hasil pemeriksaaan tinja melalui Targeted Healthy Stools Sampling sesuai rekomendasi WHO, yang dilakukan kepada anak usia di bawah 5 tahun yang tinggal di sekitar lokasi penemuan kasus polio pertama.
"Dari hasil pemeriksaan terhadap 19 anak, didapati tiga anak positif virus polio," ujar Juru Bicara Kemenkes dr. Muhammad Syahril dalam siaran persnya, Kamis (24/11/2022).
Meski terinfeksi, tiga anak yang positif virus polio itu tidak dimasukkan dalam kriteria 'kasus', karena tidak memenuhi kriteria adanya lumpuh layu mendadak (acute flacid paralysis/AFC).
"Upaya pemantauan terus dilakukan termasuk upaya skrining dari rumah ke rumah guna memastikan tidak ada tambahan kasus lumpuh layu yang belum terlaporkan," kata dr. Syahril.
Kasus polio pertama ditemukan di Kabupaten Pidie pada awal November 2022. Pemerintah Kabupaten Pidie telah menetapkan hal ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) Polio di wilayahnya.
"Penyakit polio sangat berbahaya bagi anak karena dampaknya permanen seumur hidup, menyebabkan kelumpuhan, dan belum ada obatnya. Namun kondisi ini dapat dicegah dengan mudah melalui imunisasi polio lengkap baik imunisasi tetes bOPV dan imunisasi suntik IPV," jelas dr. Syahril.
"Oleh karena itu, kita harus lindungi masa depan anak anak kita dengan berikan vaksinasi imunisasi polio lengkap," lanjutnya.
Sebelum adanya temuan kasus ini, cakupan imunisasi polio di Provinsi Aceh dalam beberapa tahun terakhir memang cenderung rendah seperti terlihat pada grafik.
Selama periode 2017-2021 cakupan imunisasi polio Aceh selalu di bawah rata-rata nasional. Terjadinya pandemi Covid-19 juga menjadi salah satu penyebab makin turunnya cakupan imunisasi polio di provinsi tersebut pada 2020-2021.
Selain imunisasi yang rendah, tingkat kebersihan penduduk Aceh juga dinilai masih kurang baik sehingga menjadi salah satu faktor risiko penularan virus.
"Adanya virus polio pada feses tinja ketiga anak, menunjukkan perilaku hidup bersih dan sehat penduduk yang masih kurang. Virus polio ini menular melalui saluran cerna, sementara aktivitas BAB masyarakat masih dilakukan di sungai bukan di jamban, sehingga ada sirkulasi virus dan potensi penularan di sana," kata dr. Syahril.
(Baca: Indonesia Tetapkan KLB Polio, Ini Provinsi dengan Non-Polia AFP Rate Tertinggi di 2021)