Penyakit katastropik adalah penyakit yang dapat mengancam jiwa, membutuhkan perawatan medis dalam jangka waktu panjang, serta membutuhkan biaya pengobatan besar.
Dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan, penyakit yang digolongkan katastropik adalah penyakit jantung, kanker, stroke, gagal ginjal, sirosis hati, thalasemia, leukimia, dan hemofilia.
Adapun kasus penyakit katastropik di Indonesia tercatat meningkat. Sepanjang 2022 BPJS Kesehatan menangani sekitar 23,3 juta kasus penyakit katastropik, bertambah 18,6% dibanding 2021.
Kemudian biaya pengobatan penyakit katastropik yang ditanggung BPJS Kesehatan pada 2022 nyaris mencapai Rp24,1 triliun, naik juga 34,3% dibanding tahun sebelumnya.
Sepanjang 2022, kasus penyakit katastropik yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah penyakit jantung (15,5 juta kasus), kanker (3,2 juta kasus), stroke (2,5 juta kasus), dan gagal ginjal (1,3 juta kasus).
Adapun pada 2022 biaya pengobatan penyakit katastropik mencapai 21% dari total beban jaminan kesehatan yang ditanggung BPJS.
(Baca: Beban BPJS Kesehatan Naik pada 2022, Rekor Tertinggi Baru)
Kendati biaya pengobatannya ditanggung, pasien penyakit katastropik tidak sepenuhnya bebas dari beban ekonomi akibat penyakit tersebut.
Hal ini disampaikan Smeru Research Institute dalam laporan Menjajaki Opsi-Opsi Kebijakan untuk Pembiayaan JKN yang Berkelanjutan (September 2020).
"Meski JKN terbukti mampu meringankan beban ekonomi pasien, pengeluaran pribadi di tingkat rumah tangga untuk layanan rawat inap dan rawat jalan ternyata masih cukup tinggi, terutama untuk penyakit katastropik/kronis," kata tim Smeru dalam laporannya.
Untuk mengurangi beban pembiayaan, Smeru pun mendorong pemerintah agar memprioritaskan layanan preventif atau pencegahan penyakit.
"Berbagai penelitian menemukan bahwa negara-negara seperti Jepang, Tiongkok, Selandia Baru, Finlandia, dan Inggris, yang menginvestasikan lebih banyak anggaran untuk meningkatkan upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, berhasil menurunkan prevalensi dan kasus kematian akibat penyakit jantung dan penyakit tidak menular lainnya," ujar mereka.
(Baca: Pendapatan BPJS Kesehatan dari Pajak Rokok Turun 75% pada 2022)