Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sampai Mei 2023 nilai total pembiayaan dari bank umum kepada perorangan (non-bank/non-lapangan usaha) untuk kredit pemilikan rumah (KPR) secara nasional mencapai Rp605 triliun.
Angka itu belum termasuk nilai pembiayaan kredit untuk pemilikan apartemen dan ruko/rukan.
(Baca: Penyaluran KPR Meningkat, Kredit Bermasalah Ikut Bertambah)
Adapun pada Mei 2023 nilai kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) pembiayaan KPR bank umum secara nasional mencapai Rp15 triliun, setara 2,49% dari total pembiayaannya.
Nilai KPR bermasalah paling besar terdapat di DKI Jakarta, yakni Rp3,62 triliun. Namun, nominal KPR bermasalah itu porsinya hanya 2,38% dari total pembiayaan KPR bank umum di Ibu Kota, yang nilai keseluruhannya Rp152,15 triliun.
Provinsi lain yang punya nominal tunggakan KPR besar adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Sumatra Utara, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Riau, Sumatra Selatan, dan Kalimantan Selatan, dengan rincian seperti terlihat pada grafik.
Kendati nominal tunggakannya besar di skala nasional, provinsi-provinsi di atas umumnya memiliki rasio KPR bermasalah yang tergolong sehat.
Menurut OCBC NISP, kategori kualitas NPL adalah sebagai berikut:
- Sangat sehat: NPL < 2%
- Sehat: 2% < NPL < 5%
- Cukup sehat: 5% < NPL < 8%
- Kurang sehat: 8% < NPL < 12%
- Tidak sehat: NPL > 12%
Kemudian ini rincian rasio KPR bermasalah di 10 provinsi tersebut berdasarkan kualitasnya:
- DKI Jakarta: 2,38% (sehat)
- Jawa Barat: 2.42% (sehat)
- Jawa Timur: 3,00% (sehat)
- Banten: 1,85% (sangat sehat)
- Sumatra Utara: 2,61% (sehat)
- Jawa Tengah: 2,00% (sehat)
- Sulawesi Selatan: 2,43% (sehat)
- Riau: 3,87% (sehat)
- Sumatra Selatan: 2,71% (sehat)
- Kalimantan Selatan: 2,88% (sehat)
(Baca: Tren Kredit Macet Pinjol Meningkat pada Semester I 2023)