Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat, sepanjang 2023 terdapat 322 kasus mogok kerja yang tersebar di 24 provinsi Indonesia.
Jumlah total pekerja yang terlibat mencapai 74.917 orang, serta mengakibatkan kehilangan jam kerja selama 599.336 jam.
Kemnaker menghimpun data ini dari dinas ketenagakerjaan tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Kasus mogok kerja paling banyak tercatat di Jawa Barat, dengan jumlah 62 kasus. Pekerja yang terlibat sekitar 44 ribu orang dan jam kerja yang hilang mencapai 352 ribu jam.
Di posisi berikutnya ada Banten dengan 45 kasus serupa, yang melibatkan 700 pekerja dan kehilangan 5.600 jam kerja.
Laporan kasus mogok kerja juga cukup banyak muncul di Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan lain-lainnya seperti terlihat pada grafik.
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 232 Tahun 2003, mogok kerja adalah tindakan pekerja yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan.
Keputusan itu menyatakan, mogok kerja merupakan hak dasar pekerja dan/atau serikat pekerja yang dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.
Adapun mogok kerja dianggap tidak sah apabila memenuhi kriteria berikut:
- Bukan karena negosiasi yang gagal;
- Tanpa pemberitahuan kepada pengusaha dan instansi ketenagakerjaan;
- Pemberitahuan kurang dari 7 hari sebelum pelaksanaan mogok kerja; dan
- Mogok kerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia, yang dilakukan oleh pekerja/buruh yang sedang bertugas.
(Baca: Ini Banyaknya Perselisihan Hubungan Industrial di Indonesia pada 2023)