Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan, terdapat beragam cara yang dilakukan masyarakat desa tertinggal dalam memanfaatkan akses internet untuk mengembangkan bisnis usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM).
Mayoritas atau 46,4% responden telah memanfaatkan internet untuk melakukan promosi produk UMKM secara online.
Lalu 21% menggunakan internet untuk akses informasi dan tren pasar secara online, serta 12,3% menjual produknya melalui e-commerce.
Ada pula responden di desa terpencil yang berkolaborasi dengan pelaku bisnis lain baik lokal maupun di luar daerah, serta mengikuti pelatihan tentang manajemen bisnis dan pemasaran online. Keduanya sama-sama dilakukan oleh 9,4% responden.
Kendati demikian survei APJII juga merekam adanya sejumlah tantangan yang dihadapi dalam pemanfaatan akses internet untuk mendukung pertumbuhan bisnis UMKM di desa tertinggal.
Tercatat, sebanyak 33,3% respon merasakan adanya keterbatasan pengetahuan masyarakat terkait teknologi internet. Diikuti 31,7% responden yang menilai akses internet lambat dan 14,2% menyebut kurangnya infrastruktur pendukung seperti pusat pelatihan.
Survei APJII ini melibatkan 1.950 responden dari 64 daerah tertinggal yang tersebar di 17 provinsi. Pengambilan data dilakukan pada Juli-September 2024 melalui wawancara tatap muka dan telepon.
Berdasarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permendes-PDTT) Nomor 11 Tahun 2020, "daerah tertinggal" adalah daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibanding daerah lain dalam skala nasional.
Sebanyak 59,23% responden merupakan laki-laki dan 40,77% lainnya responden perempuan. Responden didominasi oleh generasi milenial atau usia 28-43 tahun (40,10%), diikuti generasi Z atau usia 12-27 tahun (34,36%), dan generasi X atau usia 44-59 tahun (6,05%).
Adapun survei ini menggunakan pertanyaan multiple answer, sehingga responden dapat memilih lebih dari satu jawaban.
(Baca: Deretan Program Literasi Digital di Daerah Tertinggal Indonesia)