Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan, 9 dari 100 rumah tangga Indonesia menempati rumah dengan status kepemilikan sendiri yang dibeli dari pengembang atau bukan pengembang. Proporsinya menyentuh 8,79% pada 2022.
Metode pembelian rumah di pengembang dan nonpengembang pun beragam. Di antaranya, angsuran Kredit Pemilikan Rumah (KPR), angsuran non-KPR, tunai, atau lainnya.
BPS menjelaskan, masyarakat lebih banyak membeli rumah atau tempat tinggalnya secara tunai 52,85% pada 2022.
"Cara membeli tunai memiliki persentase tertinggi dibandingkan dengan angsuran KPR, non-KPR, atau cara lainnya," tulis BPS dalam laporan Statistik Perumahan dan Permukiman 2022.
Adapun pilihan lain membeli rumah dengan cara kredit dan mengangsur, dikenal dengan KPR, dipilih oleh 36,08%. BPS menjelaskan, KPR adalah suatu fasilitas kredit rumah yang diberikan oleh perbankan kepada nasabah perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah.
Sementara untuk angsuran namun bukan metode KPR, dipilih oleh 10,39% rumah tangga.
Dibedah berdasarkan klasifikasi daerah, masyarakat yang membeli rumah secara tunai lebih banyak ditemui di daerah perdesaan dibandingkan dengan di perkotaan, yakni 85,49% berbanding 47,63%.
Sebaliknya, masyarakat yang membeli rumah dengan angsuran KPR lebih banyak ditemui di daerah perkotaan dibandingkan dengan di perdesaan, yakni 41,30% berbanding 3,44 %
BPS menilai, harga rumah di daerah perkotaan yang jauh lebih tinggi dibandingkan di perdesaan membuat cara membeli rumah dengan mengangsur lebih umum di perkotaan. Hal ini juga dapat terjadi karena perumahan lebih banyak dibangun di daerah perkotaan dibandingkan di perdesaan, menurut BPS.
BPS menambahkan, cara masyarakat dalam membeli rumah sangat ditentukan oleh status ekonomi rumah tangganya.
"Akses terhadap KPR biasanya terbatas untuk rumah tangga dengan penghasilan tetap," kata BPS.
(Baca juga: Kepemilikan Rumah Sendiri di Indonesia Meningkat Tajam Setelah Pandemi)