Masyarakat Indonesia tercatat memiliki rumah atau bangunan tempat tinggal lain di luar dari yang ditempatinya, dengan proporsi 7,82% pada 2022. Rumah cadangan itu ditinggalkan dalam beberapa kondisi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, sebagian besar masyarakat menyerahkan rumahnya kepada keluarga atau famili tanpa membayar, yang dipilih 40,96% rumah tangga. Berdasarkan klasifikasi daerah, masyarakat perdesaan paling banyak memilih opsi ini dengan proporsi 45,53%.
Tak sedikit pula yang membiarkannya kosong begitu saja, dipilih oleh 26,54% rumah tangga. Masyarakat desa juga tercatat lebih banyak membiarkan rumah cadangannya kosong dibandingkan responden kota, dengan persentase 31,55%.
Selanjutnya, terdapat warga yang mengontrakkan atau menyewakan cadangan rumahnya, yang dipilih oleh 21,75% rumah tangga. Untuk opsi ini, masyarakat kota mendominasi dengan persentase 26,54%.
BPS menyebut, lengkapnya fasilitas hidup dan taraf perekonomian yang lebih maju menjadi pemicu bagi para pendatang atau migran untuk pindah ke perkotaan. Hal ini menyebabkan tingginya permintaan terhadap perumahan di perkotaan.
Dengan adanya permintaan yang tinggi, kata BPS, usaha persewaan rumah di daerah perkotaan menjadi menguntungkan. Hal tersebut selaras dengan hasil riset Profil Migran Hasil Susenas tahun 2021.
"Bahwa peluang rumah tangga migran untuk menempati rumah kontrak atau sewa empat kali lebih tinggi dibandingkan rumah tangga nonmigran," kata BPS dalam laporan Statistik Perumahan dan Permukiman 2022.
Selanjutnya, rumah yang dijadikan tempat usaha oleh asisten rumah tangga (ART) dipilih oleh 13,70% rumah tangga. Masyarakat desa mendominasi pilihan ini , sebesar 12,66%.
BPS menjelaskan, kepemilikan rumah lain di luar yang ditempati saat ini makin meningkat seiring dengan makin tingginya tingkat pendidikan kepala rumah tangga (KRT).
"Pola yang serupa juga terlihat pada karakteristik status ekonomi dan kelompok umur KRT," kata BPS.
(Baca juga: Warga Desa Lebih Banyak Beli Rumah Secara Tunai pada 2022, Bagaimana di Kota?)