Sejak awal meletusnya perang Rusia-Ukraina sampai hari ini (25/11/2022), Rusia sudah mengantongi pendapatan sekitar €233,9 miliar atau Rp4,8 kuadriliun (kurs Rp16.313 per euro) dari ekspor energi fosil yang mencakup minyak, gas, dan batu bara.
Menurut data Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), komoditas energi Rusia banyak dibeli oleh negara Uni Eropa, di antaranya Jerman, Belanda, Italia, Polandia, dan Prancis.
Ada juga sejumlah negara Asia yang menjadi pembeli, yaitu Tiongkok, India, Korea Selatan, Jepang, Uni Emirat Arab, hingga Malaysia dan Singapura.
Berdasarkan laporan CREA, Malaysia sudah membeli minyak Rusia setidaknya sejak Agustus 2022. Sampai Kamis (18/11/2022) nilai transaksinya sudah mencapai Rp39 triliun.
Beberapa waktu setelahnya Singapura ikut mengimpor minyak dari Rusia, dengan nilai transaksi mencapai Rp17 triliun sampai Kamis (18/11/2022).
"Pendapatan dari ekspor bahan bakar fosil menjadi pendukung utama pembiayaan militer dan agresi brutal Rusia terhadap Ukraina," ungkap CREA di situs resminya.
(Baca: Minyak Rusia Banyak Dibeli Anggota NATO dan Sekutunya)
Pernah juga ada wacana bahwa Indonesia perlu membeli minyak Rusia karena harganya lebih murah dibanding standar harga minyak dunia.
"Dengan posisi minyak Rusia yang masih terkena imbas pelarangan penjualan di Eropa dan Amerika Serikat, sesungguhnya sangat terbuka bagi Indonesia untuk mendapatkan pasokan minyak dari Rusia, terlebih lagi Pertamina pernah mendapatkan suplai minyak dari Rusia," kata Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah dalam keterangan tertulis yang dirilis Parlementaria, Jumat (12/8/2022).
"Politik luar negeri kita bebas aktif, harusnya kita lebih mengedepankan kepentingan nasional, khususnya dalam mendapatkan harga minyak bumi impor dengan harga yang lebih ekonomis," lanjut Said.
Namun, Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional, Subholding Refinery & Petrochemical Pertamina Taufik Aditiyawarman baru-baru ini menyatakan pembelian minyak Rusia butuh banyak pertimbangan.
"Belum ada konfirmasi hal itu (pembelian minyak Rusia), karena harus ada political risk, economic risk, under risk company. Kita masih punya global bond untuk Pertamina Grup, jadi pertimbangan," kata Taufik, dilansir CNBC Indonesia, Kamis (24/11/2022).
(Baca: 6 Bulan Perang Rusia-Ukraina, 5 Ribu Warga Sipil Tewas)