Pemutusan hubungan kerja (PHK) tengah menghantui industri tekstil. Pasalnya, permintaan global terhadap industri ini menurun tajam akibat ancaman resesi 2023 mendatang.
Inflasi yang terjadi pada sejumlah negara tujuan ekspor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia menyebabkan permintaan menurun. Akibatnya, banyak perusahaan tekstil di tanah air yang sudah mengurangi jam operasional perusahaannya.
Menurut Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), kinerja industri tekstil telah turun hingga 30% sejak September 2022 lalu.
Ketua Umum API, Jemmy Kartiwa Sastraatmadja, mengatakan bahwa sebagian karyawan industri TPT telah dirumahkan. Hal ini terjadi pada satu pabrik yang berada di Jawa Barat.
"(Industri tekstil) sekarang sudah di tahap tidak aman, karena sudah ada pengurangan pegawai. Sinyal buruknya sudah ada. Sudah berlangsung pengurangannya, tanda-tandanya dari bulan September merambatnya," ujar Jemmy dikutip dari Katadata.co.id, pada Rabu (26/10).
Jemmy mengatakan, banyak produksi TPT Indonesia yang tidak bisa dipasarkan karena daya beli menurun baik domestik maupun ekspor.
"Tidak ada sentimen positif yang mendorong permintaan bisa naik, tidak ada permintaan. Karena kondisi globalnya juga jelek. Pasar ekspor TPT Indonesia, seperti Eropa dan Amerika melemah tajam," ujarnya.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), Amerika Serikat merupakan negara utama tujuan ekspor pakaian jadi atau konveksi dari tekstil terbesar bagi Indonesia. Nilai ekspornya mencapai US$3,86 miliar.
Nilai tersebut setara 55,94% dari total nilai ekspor pakaian jadi Indonesia pada 2021 yang sebesar US$6,9 miliar.
Jepang dan Jerman merupakan negara tujuan ekspor pakaian jadi terbesar berikutnya. Nilanya masing-masing US$534,6 juta dan US$324,9 juta.
Berikut 10 negara tujuan ekspor pakaian jadi terbesar RI pada 2021:
- Amerika Serikat: US$3,86 miliar
- Jepang: US$534,6 juta
- Jerman: US$324,9 juta
- Korea Selatan: US$282,2 juta
- Australia: US$193,7 juta
- Tiongkok: US$171,6 juta
- Kanada: US$155,3 juta
- Inggris: US$141,6 juta
- Belgia: US$85,7 juta
- Uni Emirat Arab: US$51,7 juta
- Lainnya: US$1,09 miliar
(Baca: Imbas Ancaman Resesi, Ekspor Pakaian Rajutan Anjlok 30,75% pada September 2022)