Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, Jepang menjadi satu di antara negara-negara tujuan utama ekspor Indonesia. Nilai ekspor yang ditorehkan pun cukup besar, yakni lebih dari US$13 miliar per tahun, setidaknya dalam lima tahun terakhir.
Berdasarkan data BPS, pada 2018 nilai ekspor Indonesia ke Jepang mencapai US$19,47 miliar. Nilai ekspor ini berkontribusi 10,81% dari total ekspor pada tahun tersebut.
"Nilai ekspor terbesar adalah ke Tiongkok, Jepang, dan Amerika Serikat (AS). Ekspor ke tiga negara tersebut mencapai 36,13% dari total ekspor," tulis BPS dalam laporan ekspor 2018.
Sayangnya pada 2019 nilainya turun menjadi US$16 miliar atau 9,54% dari total ekspor. Kendati demikian, Jepang tetap menduduki barisan negara tujuan ekspor utama bersama Tiongkok dan AS.
Memasuki 2020, nilainya lebih anjlok lagi, yakni US$13,66 miliar atau 8,37% dari total ekspor. Nilai terendah selama lima tahun terakhir ini disebabkan pembatasan mobilitas akibat pandemi Covid-19.
"Kebijakan pembatasan sosial berskala besar di negara kita maupun kebijakan lockdown di negara lain, membuat aktivitas perdagangan internasional menjadi melambat," kata BPS dalam laporan ekspor 2019.
Namun setahun kemudian geliat ekonomi internasional perlahan pulih. Nilai ekspor ke Jepang pada 2021 meningkat menjadi US$17,87 miliar. Angka ini menyumbang 7,72% dari total ekspor Indonesia tahun tersebut yang sebesar US$231,61 miliar.
Data ekspor tahunan terakhir pada 2022 menunjukkan, ekspor Jepang mencapai US$24,85 miliar. Angka ini melonjak signifikan hingga 39,06% dari 2021.
BPS menyebut, Jepang tetap masuk negara tujuan utama ekspor pada tahun tersebut bersama Tiongkok, AS, India, dan Malaysia yang berkontribusi sebesar 54,01% dari total ekspor 2022.
Secara kumulatif, nilai ekspor pada 2022 mencapai US$291,90 miliar atau naik 26,03% dari 2021. Ini menjadi kinerja yang sangat baik.
"Bahkan ekspor Indonesia tahun 2022 merupakan ekspor yang tertinggi sepanjang sejarah," kata BPS.
Peningkatan nilai ekspor, kata BPS, disumbang sejumlah faktor. Di antaranya perekonomian global mulai pulih dari pandemi Covid-19 dan adanya perang antara Rusia dengan Ukraina.
"Salah satu dampak dari konfik tersebut adalah meningkatnya harga komoditas seperti batu bara dan minyak kelapa sawit yang merupakan komoditas utama ekspor Indonesia. Kenaikan harga-harga komoditas tersebut dipicu oleh terhambatnya suplai karena adanya perang tersebut dan periode pemulihan dari pandemi Covid-19," BPS menjelaskan.
Harga komoditas yang tinggi mendorong peningkatan nilai ekspor Indonesia. BPS menyebut, semakin menguatnya kinerja ekspor juga tidak lepas dari peningkatan permintaan pasar internasional.
(Baca juga: Neraca Perdagangan RI Cetak Surplus 41 Bulan Nonstop hingga September 2023)