Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor baru untuk negara-negara mitra dagangnya pada Rabu (2/4/2025).
Kebijakan tersebut tampaknya memicu ketakutan investor. Hal ini terlihat dari rontoknya bursa Wall Street pada Jumat (4/4/2025), yang diikuti melemahnya bursa saham kawasan Asia Pasifik pada Senin (7/4/2025).
>
(Baca: Tarif Impor Trump untuk Negara ASEAN)
Ketakutan investor juga tercermin dari naiknya indeks volatilitas (VIX) yang dikembangkan Chicago Board Options Exchange (CBOE).
VIX—yang juga kerap disebut "Indeks Ketakutan"—adalah salah satu indikator untuk mengukur ekspektasi investor terhadap volatilitas pasar saham AS dalam 30 hari ke depan.
Nilai VIX dihitung dari harga opsi beli (call) dan opsi jual (put) pada indeks S&P 500 yang memiliki masa berlaku antara 23-37 hari.
Berdasarkan data Yahoo Finance, pada Jumat (4/4/2025) nilai VIX berada di level 45,31, melonjak hampir 51% dari sehari sebelumnya.
Kemudian pada Senin (7/4/2025) nilai VIX naik lagi ke level 46,98. Ini menjadi level tertingginya dalam lima tahun terakhir seperti terlihat pada grafik.
Adapun menurut TD Bank, lembaga perbankan yang beroperasi di AS, interpretasi nilai VIX adalah sebagai berikut:
- 0-15: optimisme investor terhadap pasar tinggi dan volatilitas rendah
- 15-25: volatilitas moderat
- 25-30: turbulensi pasar finansial meningkat, volatiitas tinggi
- >30: volatilitas tinggi dan kemungkinan terjadi perubahan besar
"Jika VIX naik, itu bisa berarti ada peningkatan ketakutan dan risiko di pasar. Sebaliknya, jika VIX turun, itu bisa berarti ada lebih banyak stabilitas di pasar," demikian dikutip dari situs TD Bank.
"Secara umum, nilai VIX di atas 30 dapat menandakan peningkatan volatilitas akibat faktor-faktor seperti ketakutan investor dan meningkatnya ketidakpastian," lanjutnya.
(Baca: Terancam Tarif Trump, Ini Produk yang Diimpor AS dari Indonesia)