Badan Pusat Statistik (BPS) menghimpun perdagangan ekspor nikel Indonesia sepanjang Januari-Mei 2023.
Tiongkok menjadi negara dengan volume ekspor terbanyak pada periode tersebut, mencapai 394 juta kilogram (kg) nikel. Volume berat bersih itu naik signifikan dari periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) Mei 2022 yang sebanyak 152,96 juta kg.
BPS mencatat valuasi ekspor Tiongkok mencapai US$2,09 miliar pada Mei 2023. Nilai FOB itu meningkat dari sebelumnya yang sebesar US$1,19 miliar (yoy).
Di bawah Tiongkok ada Jepang dengan volume cukup jauh, yakni 39,05 juta kg nikel per Mei 2023. Angka itu juga naik dari volume ekspor sebelumnya yang mencapai 28,47 juta kg (yoy).
Norwegia juga tercatat sebagai negara tujuan pengiriman nikel yang cukup besar pada Mei 2023, yakni 24,24 juta. Namun pada tahun lalu, Norwegia tidak tercatat sebagai penerima nikel dari Indonesia.
Selanjutnya, Korea Selatan, dengan volume 555 ribu kg. Volume ini ambrol cukup jauh dari sebelumnya yang sebesar 19,36 juta (yoy).
Penurunan ekspor secara signifikan juga terjadi kepada Malaysia, yang mencapai 92,66 ribu kg pada Mei 2023. Padahal, Malaysia pernah menerima 10,53 juta kg nikel dari Indonesia tahun lalu.
Secara total, volume ekspor nikel tercatat sebesar 458,36 juta kg pada Mei 2023. Bobot ini naik dari sebelumnya yang sebesar 211,52 juta kg (yoy).
Sebelumnya, santer diberitakan pernyataan ekonom senior INDEF, Faisal Basri, yang menyebut Tiongkok mendapat keuntungan besar dari kebijakan hilirisasi nikel Indonesia.
Faisal menyebut persentasenya bisa mencapai 90% dari total keuntungan. Indonesia, disebut hanya mendapat 10% saja.
"Hilirisasi sekadar bijih nikel jadi nickel pig iron (NPI) jadi feronikel lalu 99% diekspor ke China. Jadi hilirisasi di Indonesia nyata-nyata mendukung industrialisasi di China. Dari hilirisasi itu, kita hanya dapat 10%, 90% ke China," kata Faisal Basri dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (8/8/2023).
Menanggapi Faisal Basri, Plt Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Firman Hidayat mengungkapkan bahwa sebelum ada kebijakan hilirisasi, Indonesia kerap mengekspor dalam bentuk bijih nikel.
"Soal ekspor 99% ke China, sebelumnya pun bijih nikel juga diekspor ke China. Jadi ketika kita ekspor bijih nikel, yang kita ekspor itu benar-benar tanah dan kandungan nikelnya hanya kurang dari 2 persen. Literally kita mengekspor tanah air selama ini," kata Firman.
(Baca juga: Nikel: Hilirisasi, Potensi, dan Kemiskinan Daerah Tambang yang Meningkat 2023)