Energi surya merupakan tumpuan utama dalam rencana transisi energi banyak negara. Berdasarkan laporan UNFCCC, dari 166 negara yang mengadopsi Perjanjian Paris, mayoritasnya atau 49% berkomitmen meningkatkan penggunaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) fotovoltaik sampai 2030.
Kendati demikian, saat ini baru ada sedikit negara yang mampu memproduksi teknologi PLTS fotovoltaik dalam skala besar.
>
Menurut laporan International Renewable Energy Agency (IRENA), negara produsen teknologi PLTS fotovoltaik terbesar adalah Tiongkok.
"Tiongkok menjadi rumah bagi sebagian besar rantai pasokan teknologi surya fotovoltaik global. Mereka menguasai 72% produksi polisilikon, 98% produksi ingot dan wafer, 79% manufaktur sel surya, dan 78% produksi modul surya global," kata IRENA dalam laporan Renewable Energy and Jobs: Annual Review 2022.
(Baca: Energi Surya Jadi Andalan Banyak Negara untuk Mitigasi Perubahan Iklim)
Bukan hanya produsen, Tiongkok juga menjadi eksportir modul surya terbesar, komponen utama dalam PLTS fotovoltaik.
Pada 2020 Tiongkok menguasai 40,9% dari total ekspor modul surya global. Sedangkan proporsi ekspor dari negara-negara lainnya kurang dari 6%, bahkan jauh lebih rendah seperti terlihat pada grafik.
Hal ini menunjukkan Tiongkok memiliki peran sangat besar dalam mendukung kebutuhan transisi energi negara-negara dunia.
"Pada 2020 produksi teknologi surya fotovoltaik Tiongkok memiliki total kapasitas 124,6 GW, dua per tiganya dikirim ke luar negeri," kata IRENA.
"Sementara itu negara-negara pengguna energi surya seperti Jerman, Brasil, India, dan Amerika Serikat menjadi importir. Uni Eropa mengimpor 84% dari modul surya yang terpasang di negerinya, Amerika Serikat 77%, dan India 75%," ungkap IRENA.
(Baca: Tiongkok Punya Lapangan Kerja Energi Terbarukan Paling Besar Sedunia)