Pemerintah Indonesia berencana mencapai target net-zero emission (NZE) di sektor energi pada tahun 2050.
Untuk mencapai target itu, pemerintah berniat menambah pembangkit listrik energi terbarukan, serta menghentikan operasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara secara bertahap.
Rencana itu tercatat dalam dokumen Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) yang dirilis Sekretariat JETP Indonesia pada 1 November 2023.
JETP atau Just Energy Transition Partnership adalah program kerja sama pembiayaan internasional untuk mendorong negara-negara berkembang agar beralih dari energi fosil ke energi terbarukan.
Pada 2022, Indonesia mendapat komitmen pembiayaan JETP dengan nilai total US$20 miliar. Pemerintah Indonesia pun membentuk Sekretariat JETP yang bertugas merencanakan dan mengoordinasikan pelaksanaan komitmen tersebut.
(Baca: Rencana Pembiayaan JETP Indonesia, Mayoritas Berupa Utang)
Pada November 2023, Sekretariat JETP merilis dokumen Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) yang berisi rencana pelaksanaan proyek JETP di Indonesia, salah satunya terkait skenario pensiun PLTU batu bara.
Dokumen itu mencatat ada 2 PLTU yang diprioritaskan untuk pensiun dini, yakni PLTU Pelabuhan Ratu dan PLTU Cirebon-1.
PLTU Pelabuhan Ratu memiliki kapasitas 969 megawatt (MW) dengan batas usia operasional alami sampai 2042.
Namun, untuk mendorong percepatan target net-zero emission sektor energi, Sekretariat JETP memproyeksikan PLTU Pelabuhan Ratu bisa pensiun dini pada 2037.
Setelah itu ada PLTU Cirebon-1 yang memiliki kapasitas 660 MW dengan batas usia operasional alami sampai 2045. Pembangkit ini juga diproyeksikan bisa pensiun dini pada 2037.
Untuk mempensiunkan 2 PLTU tersebut, Sekretariat JETP mengestimasikan butuh dana investasi dengan nilai total US$1,17 miliar atau sekitar Rp18,3 triliun (asumsi kurs Rp15.645 per US$).
Rinciannya, US$870 juta untuk persiapan pensiun dini PLTU Pelabuhan Ratu, dan US$300 juta untuk PLTU Cirebon-1.
"Pensiun dini dan penggantian (PLTU) merupakan pekerjaan padat modal, sehingga perlu investasi untuk memberi kompensasi ke pemilik PLTU (baik PLN maupun swasta), biaya penonaktifan, dukungan transisi yang adil, dan untuk membangun pembangkit energi pengganti yang ramah lingkungan," kata Sekretariat JETP dalam dokumen tersebut.
Adapun seluruh rencana yang tertuang dalam CIPP ini masih berstatus draf dan belum punya kekuatan hukum mengikat.
"Kami membuka draf rencana investasi JETP dengan harapan dapat menjaring masukan sebanyak-banyaknya dari semua unsur dan lapisan masyarakat," kata Kepala Sekretariat JETP Indonesia, Edo Mahendra, dalam siaran persnya, Rabu (1/11/2023).
(Baca: Banyak Pembangunan PLTU Baru di Indonesia, Terbesar di Sulawesi Tengah)