Berdasarkan laporan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), terdapat 295 konflik agraria yang terjadi di Indonesia sepanjang 2024.
Jumlah konflik itu melonjak 21,9% dibanding 2023 yang totalnya 241 kasus.
(Baca: Kasus Konflik Agraria Meningkat pada 2024)
Seluruh konflik agraria pada 2024 melibatkan lahan seluas 1,1 juta hektare (ha), serta berdampak pada 67.436 kepala keluarga (KK) yang tersebar di 349 desa.
Konflik paling banyak terjadi di sektor perkebunan, yakni 111 kasus, dengan luas wilayah konflik 170,21 ribu ha dan korban terdampak 27.455 KK.
Dari jumlah kasus tersebut, 67% di antaranya terjadi akibat bisnis sawit.
"Tingginya letusan konflik agraria setiap tahun di sektor perkebunan adalah cerminan terlalu bertumpunya ekonomi kita pada bisnis perkebunan, utamanya industri kelapa sawit," tulis KPA dalam laporannya.
(Baca: Pertumbuhan Luas Perkebunan Sawit Swasta, Rakyat, dan Negara 1970-2024)
Berikutnya, ada konflik agraria di sektor infrastruktur sebanyak 79 kasus. Konflik di sektor ini berasal dari percepatan proyek strategis nasional (PSN), pembangunan rel kereta api, jalan tol, jalan raya, irigasi, fasilitas sosial dan fasilitas umum.
Ada pula konflik agraria yang terjadi di sektor pertambangan (41 kasus), properti (25 kasus), kehutanan (25 kasus), pertanian/agribisnis (8 kasus), dan fasilitas militer (6 kasus).
Jika dilihat berdasarkan wilayah, konflik agraria paling banyak terjadi di Sulawesi Selatan (37 kasus), Sumatera Utara (32 kasus), Jawa Barat (16 kasus), Kalimantan Timur (16 kasus), dan Jawa Timur (15 kasus).
(Baca: Kasus Konflik Agraria Meningkat pada 2024)