Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 85 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini berkurang 16 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Senin (16/12/2024) pukul 11.06 WIB. Dari 85 titik panas terdeteksi, 84 titik skala sedang dan 1 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Banjir Dominasi Bencana Alam di Indonesia Akhir Februari 2024)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Jambi sebanyak 16 titik. Kalimantan Barat menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 13 titik. Sumatera Selatan berada di posisi ketiga sebanyak 9 titik panas.
Sebanyak 8 titik panas terdeteksi di Aceh, Riau menyusul dengan 7 titik panas, serta Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah masing-masing memiliki 7 dan 4 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Penerima Rumah Susun 2022, Terbanyak Korban Bencana Alam)