Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 653 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini bertambah 137 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Kamis (14/11/2024) pukul 11.23 WIB. Dari 653 titik panas terdeteksi, 32 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 592 titik skala sedang, dan 29 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Papua Barat Catat Jumlah Rumah Rusak Sedang akibat Bencana Alam Sebanyak 3 Unit)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Nusa Tenggara Timur sebanyak 202 titik. Kalimantan Timur menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 67 titik. Nusa Tenggara Barat berada di posisi ketiga sebanyak 61 titik panas.
Sebanyak 44 titik panas terdeteksi di Sulawesi Tengah, Sumatera Selatan menyusul dengan 30 titik panas, serta Maluku dan Kalimantan Selatan masing-masing memiliki 29 dan 27 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Ada Ratusan Bencana Alam sampai Awal April 2024, Banjir Terbanyak)