Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 48 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini bertambah 13 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Minggu (8/12/2024) pukul 11.10 WIB. Dari 48 titik panas terdeteksi, 48 titik skala sedang.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Kualitas Udara Kalimantan Tengah Selasa Pagi (3/12) Terburuk di Indonesia)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Riau sebanyak 16 titik. Jambi menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 8 titik. Kalimantan Selatan berada di posisi ketiga sebanyak 6 titik panas.
Sebanyak 5 titik panas terdeteksi di Sumatera Selatan, Jawa Timur menyusul dengan 2 titik panas, serta Sumatera Utara dan Kalimantan Timur masing-masing memiliki 2 dan 2 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: 10 Daerah dengan Kualitas Udara Paling Bersih di Indonesia, Banjarmasin Posisi Nomor 1 Pagi Ini)