Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 364 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini berkurang 47 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Sabtu (16/11/2024) pukul 11.23 WIB. Dari 364 titik panas terdeteksi, 6 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 351 titik skala sedang, dan 7 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Penerima Rumah Susun 2022, Terbanyak Korban Bencana Alam)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Nusa Tenggara Barat sebanyak 47 titik. Maluku Utara menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 42 titik. Kalimantan Timur berada di posisi ketiga sebanyak 35 titik panas.
Sebanyak 35 titik panas terdeteksi di Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur menyusul dengan 32 titik panas, serta Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan masing-masing memiliki 32 dan 25 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Banjir Dominasi Bencana Alam di Indonesia Akhir Februari 2024)