Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor nikel pada kuartal III 2022 mencapai US$4,13 miliar. Angka itu meroket 405,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$820 juta.
Nilai ekspor nikel mengalami lonjakan signifikan setelah pemerintah menerapkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel sejak awal 2020. Hasilnya mulai terlihat pada 2021 dengan nilai ekspor yang melonjak hingga 58,89% menjadi US$1,28 miliar dibandingkan setahun sebelumnya yang sebesar US$808,4 juta. Sedangkan tahun ini, hingga September, nilainya meroket hingga 405,4% menjadi US$4,13 miliar.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan bahwa pemerintah akan terus memacu tumbuhnya industri smelter yang terbukti memberikan multiplier effect atau efek pengganda yang luas bagi perekonomian nasional.
Menurutnya, banyak manfaat yang telah didapatkan Indonesia dari implementasi kebijakan hilirisasi, antara lain menghasilkan nilai tambah, memperkuat struktur industri, menyediakan lapangan pekerjaan, dan memberikan peluang usaha.
“Melalui hilirisasi, Indonesia tidak lagi menjual barang mentah, namun sudah diolah baik itu produk setengah jadi maupun menjadi produk akhir. Enam tahun lalu ekspor kita dari nikel kira-kira hanya US$ 1,1 miliar, sedangkan pada 2021 sudah mencapai US$ 20,9 miliar. Lompatannya hingga 19 kali lipat,” ujar Agus seperti dilansir Katadata.co.id.
(baca: Harga Nikel Tetap bertahan di US$ 22,1 Ribu per Ton)