Riset kolaborasi Bain & Company, GenZero, Standard Chartered Bank, dan Temasek memetakan penggunaan energi surya dan angin sebagai pembangkit listrik di sejumlah negara kelompokk ASEAN.
Hasil penilikan menunjukkan, Indonesia menjadi negara yang tak berprogres alias 0% dalam menerapkan penggunaan energi matahari dan angin sebagai sumber pembangkit listrik selama 2019-2022. Adapun proporsi terpasangnya hanya 1%.
Posisi Indonesia kalah telak dengan Vietnam yang paling progresif menerapkan sumber energi terbarukan untuk pembangkit listrik. Detailnya, 3% pada 2019; 5% pada 2020; 12% pada 2021; dan 13% ada 2022. Adapun proporsi kapasitas terpasangnya sebesar 29%.
Tim riset mengakui sebagian besar negara begitu lambat untuk meningkatkan porsi energi terbarukan, kecuali Vietnam. Negara lainnya di kawasan ini tergolong rendah, hanya 1-4%.
"Hanya Vietnam yang menunjukkan pertumbuhan signifikan saat feed-in-tariff yang tinggi dan iklim yang mendukung kondisi. Ini ditandai dengan sinar matahari yang berlimpah dan kecepatan angin kencang," tulis tim riset dalam laporan Southeast Asia’s Green Economy 2024 Report: Moving the needle, dikutip pada Kamis (25/4/2024).
Tertinggi kedua ada Thailand, meski cenderung fluktuatif. Proporsi penggunaan pada 2019 sebesar 5%, turun menjadi 4% pada 2020, naik lagi menjadi 5% pada 2021, dan turun lagi menjadi 4% pada 2022. Proporsi keterpasangan mencapai 8%.
Sementara Filipina memiliki proporsi penggunaan 2% selama 2019-2020 dan 3% selama 2021-2022. Proporsi kapasitas terpasang sebesar 7%.
Lainnya, Malaysia, memiliki persentase penggunaan tenaga surya dan angin sebesar 1% pada 2019-2021. Angkanya kemudian naik menjadi 2% pada 2022. Proporsi keterpasangan mencapai 5%.
(Baca juga: Skenario Investasi Transisi Energi JETP, Terbesar untuk Panas Bumi)