Pemerintah Indonesia menargetkan konsumsi energi batu bara akan bertambah selama periode 2030-2040, dan masih cenderung tinggi sampai 2050.
Hal ini terlihat dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), yang disahkan Presiden Prabowo Subianto pada 15 September 2025.
PP KEN terbaru ini merupakan pedoman dalam penyusunan rencana pengelolaan energi nasional sampai tahun 2060.
PP ini juga menjadi acuan dalam penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN), serta penyusunan rencana strategis kementerian/lembaga yang terkait pengelolaan energi.
(Baca: Target Bauran Energi Primer Indonesia dalam PP KEN 2025)
Dalam PP KEN 2025, pemerintah menetapkan target pemanfaatan energi final dalam satuan tonnes of oil equivalent (TOE).
Energi final adalah energi yang langsung dapat dikonsumsi oleh pengguna akhir, dan TOE adalah ukuran kuantitas energi yang setara dengan satu ton minyak mentah.
Khusus untuk batu bara, pemanfaatan energi finalnya ditargetkan mencapai minimal 67,2 juta TOE pada 2030.
Kemudian target pemanfaatan minimalnya naik menjadi 83,3 juta TOE pada 2040, dan hanya turun sedikit menjadi 80,3 juta TOE pada 2050.
Penurunan konsumsi batu bara secara signifikan ditargetkan baru terjadi pada 2060, dengan sasaran pemanfaatan minimal 25,3 juta TOE, seperti terlihat pada grafik.
(Baca: Batu Bara, Sumber Emisi Terbesar Indonesia dalam Skenario Transisi Energi 2025-2034)
Kebijakan ini lantas dikritik oleh Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), karena dinilai akan memperpanjang umur pembangkit energi fosil, khususnya batu bara.
"Kebijakan ini memperlihatkan kontradiksi besar, karena di satu sisi Indonesia menyatakan komitmen menuju dekarbonisasi dan target net-zero, tetapi di sisi lain tetap menormalisasi penggunaan batu bara hingga puluhan tahun ke depan," kata Syaharani, Kepala Divisi Keadilan Iklim dan Dekarbonisasi ICEL, dalam siaran pers (25/9/2025).
"Langkah ini bukan hanya melemahkan kredibilitas komitmen iklim Indonesia, tetapi juga mengunci kita dalam ketergantungan pada energi kotor yang akan menyulitkan transisi menuju energi bersih," lanjutnya.
(Baca: Investasi Migas dan Minerba RI Naik pada 2024, EBT Masih Minim)