Menurut laporan International Energy Agency (IEA), permintaan hidrogen global mencapai hampir 100 juta ton (Mt) pada 2024, naik 2% dibanding 2023.
Peningkatan ini didorong oleh naiknya penggunaan di sektor-sektor yang secara tradisional memakai hidrogen sebagai bahan baku, yaitu pengolahan minyak, industri kimia, dan industri baja.
Sedangkan konsumsi hidrogen untuk pengaplikasian baru, seperti untuk produksi listrik dan bahan bakar rendah emisi, masih sedikit.
"Permintaan hidrogen untuk pengaplikasian baru menyumbang kurang dari 1% terhadap total permintaan global, dan hampir sepenuhnya terkonsentrasi pada produksi biofuel," tulis IEA dalam laporan Global Hydrogen Review 2025.
(Baca: Pemerintah Targetkan Tren Mobil Hidrogen Naik dalam Jangka Panjang)
Pada 2024, China menjadi konsumen hidrogen terbesar, dengan porsi 29% dari total permintaan global.
Konsumsi hidrogen terbesar berikutnya berasal dari kawasan Amerika Utara (16%), Timur Tengah (15%), dan India (10%).
Penggunaan hidrogen di kawasan-kawasan tersebut meningkat dibanding 2023, terutama di Timur Tengah yang konsumsinya tumbuh 6%, dan India tumbuh 4%.
"Sebagian besar disebabkan peningkatan penggunaan dalam pengolahan minyak dan produksi bahan kimia, serta produksi baja, dalam kasus India," kata IEA.
Adapun pasokan hidrogen global mayoritas diproduksi menggunakan bahan bakar fosil yang tinggi emisi, yakni menggunakan 290 miliar meter kubik (bcm) gas alam dan 90 juta ton setara batu bara (Mtce) pada 2024.
Sedangkan hidrogen rendah emisi, yang diproduksi dengan energi terbarukan, nuklir, atau teknologi carbon capture, utilisation, and storage (CCUS), masih sedikit.
"Produksi hidrogen rendah emisi meningkat 10% pada 2024 dan diperkirakan akan mencapai 1 Mt pada 2025. Namun, porsinya masih kurang dari 1% terhadap produksi global," kata IEA.
(Baca: Penjualan Mobil Listrik Hidrogen Global Turun pada 2023)