Transparency International Indonesia (TII) baru-baru ini meririli laporan transparansi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bertajuk "BUMN: Untung, Publik, atau Politik?". Salah satu keterangan menarik dari laporan tersebut mengungkap hanya 17,63% (85 orang) komisaris BUMN yang diangkat dari kalangan profesional
Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Indonesia Danang Widoyoko mengatakan dari total 482 komisaris, 82,37% komisaris BUMN diangkat berdasarkan pertimbangan politis. Jabatan strategis meliputi eks menteri, pejabat tinggi negara dan anggota badan/lembaga negara.
Sebanyak 249 orang atau 51,66% komisaris BUMN berasal dari birokrasi. Sisanya 71 orang (14,73%) berlatar belakang politisi, 29 orang (6,02) berasal dari militer, 28 orang (5,81%) dari aparat hukum negara (APH), dan jabatan strategis lainnya sebanyak 20 orang (4,15%).
Danang menilai akar masalah pada komisaris dari politik adalah politik yang tidak diatur dengan baik. Politisi, baik relawan non-parpol maupun aktivis parpol, kata dia, harus mencari dana untuk kegiatan politik.
Lebih lanjut, Danang juga menilai perlunya pemerintah menetapkan kriteria dan standar profesional untuk rekrutment komisaris non-profesional.
(baca: Inilah 10 Negara Terkorup di Dunia 2018)