Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengoreksi total nilai kerugian kasus korupsi PT Timah yang semula Rp271 triliun menjadi Rp300 triliun.
Deputi Bidang Investigasi BPKP Agustina Arumsari mengatakan, nilai terbaru itu didapat setelah BPKP melakukan kajian lanjutan bersama enam orang ahli.
“Dalam konteks neraca sumber daya alam dan lingkungan kerusakan yang ditimbulkan dari tambang ilegal merupakan residu yang menurunkan nilai aset lingkungan secara keseluruhan,” kata Agustina dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, dilansir dari Katadata, Rabu (29/5/2024).
Ia menjabarkan, ada tiga kelompok besar kerugian negara yang dicatat oleh BPKP. Pertama, kemahalan harga sewa smelter oleh PT Timah senilai Rp2,28 triliun.
Berikutnya, penjualan bijih timah ilegal yang dilancarkan PT Timah kepada mitra sebesar Rp26,64 triliun.
Kemudian kerugian negara berupa kerusakan lingkungan mencapai Rp271,06 triliun. Adapun kerugian di tiga pos ini berdasarkan dampak lingkungan yang timbul sehingga menyebabkan penurunan fungsi lahan.
Guru Besar dan Ahli Lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo, salah satu pakar yang dilibatkan BPKP dalam menghitung kerugian negara mengatakan, pengukuran ini dilakukan secara ilmiah dengan mengambil sampel di beberapa lokasi tambang.
Tak hanya itu, BPKP turut melakukan rekonstruksi dan melihat data dari citra satelit untuk mengukur tingkat kerugian yang ditimbulkan.
Di sisi lain, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah mengatakan, total kerugian negara yang telah disampaikan BPKP akan menjadi dalil dalam dakwaan jaksa dan tidak masuk dalam kerugian perekonomian negara.
“Ini adalah kerugian rill yang harus dituntut jaksa sebagai kerugian negara,” katanya.
(Baca: Ada 791 Kasus Korupsi pada 2023, Potensi Kerugian Rp28 Triliun)