Posisi utang pemeritah kembali mengalami peningkatan hingga Juli 2022. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, utang pemerintah berada di angka Rp7.496,70.
Angka tersebut naik dibandingkan dengan posisi utang pada akhir September 2022 yang sebesar Rp7.420,4 triliun. Sementara itu, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 38,36%, lebih rendah dibandingkan dengan rasio utang terhadap PDB pada periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 39,69 persen.
"Peningkatan tersebut masih dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal.," kata Menkeu dikutip dari buku APBN KiTA edisi November 2022 dikutip Senin (28/11).
Untuk menjaga akuntabilitas pengelolaan utang, Pemerintah mengaktan akan selalu mengacu kepada peraturan perundangan dalam kerangka pelaksanaan APBN, yang direncanakan bersama DPR, disetujui dan dimonitor oleh DPR, serta diperiksa dan diaudit oleh BPK.
Berdasarkan jenisnya, utang Pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yang mencapai 88,97% dari seluruh komposisi utang akhir Oktober 2022 atau sebesar Rp 6.670,13 triliun. Utang berbentuk SBN bertambah Rp 62,65 triliun dalam sebulan, lebih dari separuhnya berasal dari SBN valuta asing.
Sementara berdasarkan mata uang, utang Pemerintah didominasi oleh mata uang domestik (Rupiah), yaitu 70,54%. Langkah ini menjadi salah satu tameng pemerintah dalam menghadapi volatilitas yang tinggi pada mata uang asing dan dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri. Dengan strategi utang yang memprioritaskan penerbitan dalam mata uang Rupiah, porsi utang dengan mata uang asing ke depan diperkirakan akan terus menurun dan risiko nilai tukar dapat makin terjaga.
Sementara itu, kepemilikan SBN saat ini didominasi oleh Perbankan dan diikuti BI, sedangkan kepemilikan investor asing terus menurun sejak tahun 2019 yang mencapai 38,57%, hingga akhir tahun 2021 tercatat 19,05%, dan per 14 Oktober 2022 mencapai 14,00%.
(baca: Rasio Pembayaran Utang Indonesia Diprediksi Naik hingga 30% di 2023)