Laporan e-Conomy SEA 2023 yang dirilis oleh Google, Temasek, dan Bain Company menunjukkan, suntikan modal ke perusahaan rintisan atau startup di Asia Tenggara mencapai US$4 milar atau sekira Rp62,6 triliun (asumsi Rp15.663 per US$) pada semester I 2023.
Angka tersebut anjlok 69,2% (year-on-year/yoy) dari sebelumnya sebesar US$13 miliar atau Rp203,6 triliun pada semester I 2022.
Laporan itu menyebut, penurunan ini menjadi level terendah dalam enam tahun terakhir karena biaya modal yang terus meningkat.
"Ketika para investor mengkalibrasi ulang ekspektasi mereka, para startup ingin memperpanjang runway dengan membelanjakan dana lebih efisien demi pertumbuhan jangka panjang yang lebih sehat," tulis Google dalam laporannya.
Berdasarkan negaranya, Indonesia jadi negara dengan proporsi penurunan suntikan modal startup terdalam di Asia Tenggara.
Pada semester I 2023, pendanaan startup ke Tanah Air ambles 87% (yoy), dari US$3,3 miliar menjadi US$400 juta atau sekitar Rp6,2 triliun selama periode tersebut.
Merosotnya suntikan dana startup juga terjadi pada sejumlah negara di Asia Tenggara lainnya.
Filipina yang berada di urutan kedua, mengalami penurunan 79% (yoy) dari US$800 juta menjadi US$200 juta atau senilai Rp3,1 triliun pada semester I tahun ini.
Ketiga, Thailand yang juga anjlok 66% (yoy), dari sokongan dana investor sebesar US$300 juta pada semester I 2022 menjadi US$100 juta atau Rp1,5 triliun pada semester I 2023.
Kemudian Singapura pun turun 63% (yoy), dari pembiayaan mencapai US$7 miliar menjadi US$3 miliar atau sekitar Rp46,9 triliun pada paruh pertama tahun ini.
Lalu Malaysia, tercatat turun 52% (yoy) dari suntikan dana sebesar US$500 juta menjadi US$300 juta atau senilai Rp4,6 triliun sepanjang semester-I 2023.
Terakhir, pendanaan startup di Vietnam terekam merosot 24% secara tahunan (yoy), dari US$700 juta menjadi US$600 juta atau Rp9,3 triliun.
(Baca juga: Pinjol, Layanan Keuangan Digital dengan Pendapatan Terbesar di Asia Tenggara 2023)