Sepanjang 2022 harga batu bara global meningkat pesat, salah satunya akibat konflik Rusia-Ukraina yang memicu krisis pasokan energi di banyak negara.
Kenaikan harga itu membuat banyak perusahaan batu bara "berpesta". Bahkan emiten batu bara Indonesia seperti PT Bukit Asam Tbk, Adaro Energy, Indika Energy, Indo Tambangraya, Bumi Resources, dan Bayan Resources ramai-ramai mencetak rekor laba pada 2022.
Namun, "pesta" itu tampaknya sudah berakhir, lantaran harga batu bara merosot sepanjang kuartal I 2023 seperti terlihat pada grafik.
(Baca: Harga Batu Bara Australia Lebih Mahal dari Indonesia Sepanjang 2022)
Menurut data Bank Dunia, rata-rata harga batu bara Newcastle yang menjadi patokan global berada di level USD 187,23 per ton pada Maret 2023.
Harga itu turun 9,8% dibanding bulan sebelumnya (month-on-month/mom), bahkan anjlok 41% dibanding rata-rata harga awal tahun (year-to-date/ytd).
Adapun kemerosotan harga batu bara sudah diprediksi oleh Bank Dunia sejak tahun lalu.
Dalam laporan Commodity Markets Outlook edisi Oktober 2022, Bank Dunia memproyeksikan harga komoditas energi fosil global, termasuk batu bara, akan menurun mulai tahun ini seiring melambatnya ekonomi global.
"Setelah melonjak 60% pada tahun 2022, harga energi diproyeksikan turun 11% pada 2023 dan turun lagi 12% pada 2024," kata Bank Dunia dalam laporan tersebut.
"Prospek itu terutama karena pertumbuhan ekonomi global yang melambat, permintaan gas alam yang melemah karena pengurangan konsumsi rumah tangga dan industri, serta respons suplai terutama batu bara," lanjutnya.
Kendati demikian, Bank Dunia memprediksi harga batu bara pada 2023-2024 bakal tetap lebih tinggi setidaknya 50% di atas rata-rata harga sebelum pandemi.
"Harga energi tinggi akan terus berlanjut dan berdampak pada inflasi, seperti tingginya biaya transportasi dan tarif listrik untuk bisnis," kata Bank Dunia.
(Baca: Target Besar Hilirisasi Batu Bara Indonesia, Akankah Tercapai?)