Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyebut, delapan kuartal terakhir, konsumsi rumah tangga Indonesia berada di bawah 5%.
Pada grafik terlihat, saat kuartal IV 2023, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) menurut pengeluaran konsumsi rumah tangga Indonesia hanya 4,47% dibanding kuartal IV 2022 (year-on-year/yoy).
Setelahnya, angka konsumsi konsisten berada di level 4% hingga kuartal III 2025 yang menjadi 4,89% (yoy).
INDEF menganalisis, lemahnya daya beli masyarakat ini juga terlihat di data lain.
Pertama, pertumbuhan subsektor yang menunjukkan wisata (leisure) juga belum menunjukkan perbaikan, seperti restoran dan hotel, serta transportasi dan komunikasi.
"Padahal subsektor tersebut diperkirakan meningkat seiring pemberian stimulus fiskal untuk sektor transportasi dan subsidi upah di bulan Juni-Juli 2025," kata Eisha Maghfiruha Rachbini, Direktur Program INDEF dalam laporan yang diterima Databoks pada Kamis (21/11/2025).
Kedua, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang disurvei Bank Indonesia (BI). INDEF mengatakan, trennya kerap mengalami penurunan.
(Baca: September 2025, Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Turun Lagi)
Ketiga, capaian realisasi penerimaan perpajakan neto atas PPN & PPnBM hingga September 2025 menunjukkan perlambatan 13,2% dibandingkan dengan periode 2024.
(Baca: Realisasi Neto PPN dan PPnBM RI Anjlok 13,2% pada September 2025)
Eisha menilai, penurunan daya beli ini memberi efek domino: pertumbuhan ekonomi Indonesia ikut tertahan.
Tercatat, rata-rata capaian pertumbuhan ekonomi sepanjang kuartal I-III 2025 adalah sebesar 5,01%.
"Artinya, untuk mencapai target pertumbuhan 5,2% pada 2025 membutuhkan upaya lebih kencang," kata Eisha.
Berangkat dari data-data dan kajiannya, INDEF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2026 pada angka 5%. Adapun pertimbangan INDEF sebagai berikut:
- Ketidakpastian global meningkat (geopolitik, perlambatan China, fragmentasi perdagangan) sehingga menekan ekspor, arus modal, dan nilai tukar.
- Pemulihan konsumsi domestik masih rapuh akibat tekanan harga pangan–energi dan daya beli yang belum pulih kuat.
- Investasi belum ekspansif dan kurang produktif, masih bertumpu pada proyek padat modal dengan efek pengganda kecil.
- Pasar tenaga kerja rapuh (didominasi informal, skill mismatch), sehingga kenaikan pendapatan rumah tangga terbatas.
(Baca: Pertumbuhan Ekonomi 38 Provinsi RI Kuartal III 2025, Maluku Utara Tertinggi)