Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan, realisasi penerimaan bea dan cukai Indonesia mencapai Rp194,9 triliun sepanjang Januari-Agustus 2025.
Nilai tersebut tumbuh 6,4% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) yang sebesar Rp182,6 triliun.
Pemasukan pada Agustus 2025 juga sudah memenuhi 64,6% dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan mencapai 62,8% dari laporan semester (lapsem) 2025.
Meski tumbuh secara tahunan, penerimaan bea cukai yang dihitung bulanan pada Agustus 2025 anjlok 17,2%, dari Rp28,8 triliun pada Agustus 2024 menjadi Rp23,9 triliun pada Agustus 2025.
Jika dilihat secara bulanan, penerimaan bea dan cukai sejak awal tahun ini berada di rentang Rp13 triliun-28 triliun, seperti terlihat pada grafik.
(Baca: Ditjen Bea Cukai Usul Tambahan Anggaran Rp1,03 Triliun untuk 2026)
Kemenkeu juga menjelaskan, penerimaan bea cukai pada Agustus 2025 ditopang oleh subsektor cukai, bea keluar, dan bea masuk.
Rinciannya, penerimaan cukai Rp144 triliun. Angka ini tumbuh 4,1% (yoy) dan mencakup 59% dari APBN. "Produksi CHT [cukai hasil tembakau] menurun 1,9%," tulis Kemenkeu dalam presentasi di konferensi pers APBN KiTa, Senin (22/9/2025).
Selanjutnya, bea keluar, sebesar Rp18,7 triliun. Angka ini tumbuh signifikan hingga 71,7% (yoy), bahkan melampaui target APBN sampai 418,6%. Kemenkeu menerangkan, melesatnya pertumbuhan ini didorong kenaikan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan kebijakan ekspor konsentrat tembaga.
Sementara bea masuk terhitung Rp32,2 triliun. Nilai ini terkontraksi 5,1% (yoy), tetapi sudah memenuhi 60,8% dari target APBN. Berkurangnya penerimaan bea masuk dipengaruhi kebijakan perdagangan di bidang pangan dan utilisasi Free Trade Agreement (FTA).
"Secara umum, penerimaan kepabeanan dan cukai mampu tumbuh didorong peningkatan aktivitas impor barang modal dan investasi, serta menjaga produksi cukai hasil tembakau," tulis Kemenkeu.
(Baca: Penerimaan Pajak Bersih RI Ambruk 5,1% pada Agustus 2025)