S&P Global melaporkan, indeks manufaktur Indonesia yang diukur melalui Purchasing Manager's Index (PMI) mencapai 51,2 poin pada Desember 2024. Skor ini sudah masuk fase ekspansi atau lebih dari 50 poin.
Skor itu juga naik dari posisi November yang sebesar 49,6 poin, masuk dalam fase kontraksi atau di bawah dari 50 poin. Hasil perhitungan tim riset menunjukkan, angka PMI Desember 2024 merupakan yang tertinggi sejak Mei 2024.
"Kenaikan PMI kali ini didukung oleh kenaikan output dan permintaan baru secara bersamaan. Produksi naik pada tingkat sedang secara keseluruhan namun pada laju lebih cepat dari November 2024," kata Direktur Ekonomi S&P Global, Paul Smith, dalam laporan pada Kamis (2/1/2025).
Data terkini juga menandai pertumbuhan pertama dalam pekerjaan atau produksi baru selama enam bulan terakhir. Menurut tim riset, permintaan pasar secara umum dilaporkan menguat, baik di dalam maupun luar negeri. Sejurus itu, volume penjualan ekspor baru naik meski tipis untuk pertama kali dalam waktu kurang dari satu tahun.
"Perusahaan membantu memenuhi kebutuhan kenaikan produksi dan permintaan baru dengan meningkatkan aktivitas pembelian selama dua bulan berturut-turut," kata Paul.
Pertumbuhan yang naik sejak Mei 2024 ini tidak hanya berguna untuk mendukung kebutuhan sekarang, tetapi juga untuk cadangan ke depan. Inventaris input naik pada tingkat sedang selama dua bulan berjalan pada Desember 2024, perusahaan pun mencatat proyeksi positif untuk output dan permintaan baru pada bulan mendatang.
Hal itu sekaligus menjelaskan kenaikan yang setara pada inventaris barang jadi sehingga ada optimisme terhadap tahun mendatang. Namun sebagian besar perusahaan tetap mengantisipasi kenaikan produksi pada tahun depan.
Dalam isu ketenagakerjaan, S&P Global menyebut, ada kabar dari jumlah staf atau pekerja pada Desember 2024 yang menandai kenaikan pertama pada tingkat susunan staf selama tiga bulan.
"Namun, pertumbuhan hanya pada kisaran kecil dan berarti bahwa tingkat pekerjaan yang belum terselesaikan naik pada tingkat sedang untuk pertama kali sejak Mei 2024," kata Paul.
Dari segi harga, inflasi harga input masih tergolong tinggi sejak November 2024, meski di bawah rata-rata jangka panjang. Menurut panelis S&P Global, penguatan dolar AS menyebabkan kenaikan harga barang impor naik.
"Juga dilaporkan tentang tekanan pada rantai pasokan, dengan kinerja vendor menurun untuk pertama kali dalam tiga bulan," kata Paul.
Perusahaan menanggapi kenaikan biaya input tersebut dengan menaikkan harga selama tiga bulan berturut-turut. Tingkat inflasi tergolong sedang, namun masih tergolong tinggi yang tercatat pada survei sejak Agustus 2024.
(Baca juga: Daya Beli Masih Lemah, PMI Manufaktur RI Hanya 49,6 per November 2024)