Pemerintah Indonesia berencana menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 2025. Namun, hal ini diperkirakan bisa memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
Perkiraan tersebut disampaikan Center of Economic and Law Studies (Celios) dalam laporan PPN 12%: Pukulan Telak bagi Dompet Gen Z dan Masyarakat Menengah ke Bawah (November 2024).
(Baca: Tren PHK Meningkat pada Januari-Oktober 2024)
Menurut perhitungan Celios, penerapan tarif PPN 12% bisa mengurangi surplus pelaku usaha secara nasional, yang kemudian bisa mendorong terjadinya PHK terhadap sekitar 554 ribu pekerja.
"Pelaku usaha di sektor ritel, industri pengolahan hingga jasa logistik dan rekreasi akan merespons imbas berkurangnya omzet dan naiknya beban operasional dengan melakukan pengurangan jumlah karyawan," kata Celios dalam laporannya.
"Hal ini menandakan bahwa kenaikan tarif PPN berpotensi menyebabkan pengurangan tenaga kerja atau pengangguran," lanjutnya.
Namun, sebaliknya, penyerapan tenaga kerja berpotensi naik jika tarif PPN diturunkan.
Celios memperkirakan, jika tarif PPN turun dari 11% menjadi 10%, penyerapan tenaga kerja bisa bertambah sekitar 554 ribu orang.
Kemudian jika tarif PPN turun menjadi 8% penyerapan tenaga kerja bisa makin besar hingga mencapai 1,17 juta orang.
"Penurunan tajam dalam penyerapan tenaga kerja dan indikator ekonomi lainnya [akibat PPN 12%] menggarisbawahi pentingnya evaluasi kebijakan dan prinsip kehati-hatian sebelum penerapan tarif pajak yang lebih tinggi," kata Celios.
(Baca: Makin Banyak Usaha Kecil Kurangi Karyawan pada 2024)