Kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) bisa menurunkan konsumsi rumah tangga dan dunia usaha nasional.
Hal ini disampaikan Center of Economic and Law Studies dalam laporan PPN 12%: Pukulan Telak bagi Dompet Gen Z dan Masyarakat Menengah ke Bawah (November 2024).
Menurut perhitungan Celios, jika tarif PPN naik dari 11% menjadi 12%, harga barang dan jasa kena pajak yang harus dibayar konsumen akan naik 9%.
Kenaikan harga tersebut diperkirakan bisa mendorong indeks harga konsumen (IHK) naik 0,14%, yang kemudian berdampak pada penurunan konsumsi rumah tangga dan dunia usaha sebesar 0,37%.
"Kenaikan PPN dan inflasi dapat menurunkan konsumsi domestik, yang merupakan kontributor utama bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia," kata Celios dalam laporannya.
Celios memperkirakan, jika tarif PPN naik, rumah tangga kemungkinan akan mengurangi pengeluaran mereka, terutama untuk barang non-esensial.
Penurunan konsumsi tersebut dapat menghambat sektor-sektor yang bergantung pada konsumsi domestik, seperti ritel, pariwisata, dan perumahan. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi yang bergantung pada konsumsi masyarakat akan terhambat dan memperlambat pemulihan ekonomi pasca-pandemi.
"Selain itu, sektor industri dan perusahaan yang bergantung pada pasar domestik juga akan terdampak negatif, yang bisa berujung pada penurunan investasi dan lapangan kerja," kata mereka.
Sebaliknya, jika tarif PPN diturunkan, maka konsumsi bisa naik.
Celios memperkirakan, jika tarif PPN turun menjadi 10% konsumsi akan meningkat 0,37%. Kemudian jika tarif PPN turun menjadi 8%, kenaikan konsumsi bisa mencapai 0,74% seperti terlihat pada grafik.
(Baca: PPN Bakal Naik Jadi 12%, Ini Target Penerimaan PPN 2025)