Data UMKM dan Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia yang diolah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan fluktuasi jumlah dan pertumbuhan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Indonesia sejak 2018.
Pada 2018, jumlahnya mencapai 64,19 juta pelaku usaha. Angkanya kemudian tumbuh 1,98% menjadi 65,47 juta pelaku pada 2019.
Memasuki pandemi Covid-19 pada 2020, angkanya turun 2,24% menjadi 64 juta.
Meski begitu, angkanya tumbuh resilien 2,28% menjadi 65,46 juta pada 2021. Namun pada 2022 jumlahnya turun 0,7% menjadi 65 juta.
Data terakhir pada 2023, UMKM tumbuh menjadi 1,52% menjadi 66 juta. Tertinggi dalam enam tahun terakhir.
OJK menyebut, UMKM memegang peran yang cukup signifikan dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia, mengingat proporsinya yang mencapai 99% atau 66 juta pelaku dari keseluruhan unit usaha dengan kemampuan menyerap tenaga kerja hingga 97% atau 117 juta pekerja dari total tenaga kerja.
Namun menurut OJK, kontribusi UMKM pada penciptaan nilai tambah ekonomi juga dinilai masih relatif rendah, mencapai 61% dari PDB Indonesia atau setara Rp9.580 triliun.
OJK juga menjelaskan, sektor UMKM selama ini dihadapkan dengan beberapa tantangan. Tantangan itu berkaitan dengan inovasi dan teknologi, literasi digital, produktivitas, legalitas atau perizinan, pembiayaan, branding dan pemasaran, sumber daya manusia, standardisasi dan sertifikasi, pemerataan pembinaan, pelatihan, dan fasilitasi, serta basis data tunggal.
"Sektor ini tidak secara langsung terlibat dalam pembentukan pendapatan per kapita negara, namun UMKM dekat dengan pengembangan ekonomi rakyat dan sangat berperan dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan pertumbuhan ekonomi daerah," tulis OJK dalam laporan yang dikutip pada Senin (14/10/2024).
(Baca juga: Usaha Menengah, UMKM dengan Rasio Kredit Macet Tertinggi)