Bank Indonesia (BI) melaporkan realisasi inflasi yang lebih rendah dari prakiraan awal sejalan dengan dampak penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) terhadap kelompok pangan bergejolak (volatile food) dan inflasi kelompok harga diatur pemerintah (administered prirces) yang tidak sebesar perkiraan awal.
“Sementara inflasi inti tetap terjaga rendah seiring dengan lebih rendahnya dampak rambatan dari penyesuaian harga BBM tersebut dan belum kuatnya tekanan inflasi dari sisi permintaan,” seperti dilansir dalam rilis BI, Selasa (1/11/2022).
Dengan perkembangan tersebut, inflasi umum secara tahunan tercatat sebesar 5,71% (year on year/yoy), lebih rendah dibandingkan dengna perkiraan awal dan inflasi bulan sebelumnya yang mencapai 5,95% (yoy).
Penurunan ini sejalan dengan semakin eratnya sinergi kebijakan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, bank Indonesia, serta berbagai mitra strategis lainnya melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP-TPID) serta Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) dalam menurunkan laju inflasi, termasuk mengendalikan dampak lanjutan penyesuaian harga BBM.
Sementara, inflasi inti pada Oktober sebesar 0,16% (month to month/m-to-m), menurun dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 0,3% (m-to-m). Adapun inflasi inti tahunan pada bulan lalu sebesar 3,31% (yoy), lebih tinggi dibanding dengan bulan sebelumnya yang sebesar 3,21% (yoy). Adapun, inflasi inti sepanjang periode Januari-Oktober 2022 tercatat sebesar 2,97% (year to date/ytd).
“Ke depan, inflasi inti diprakiranan tetap terkendali seiring dengan penurunan dampak lanjutan penyesuaian harga BBM di tengah permintaan yang berlanjut, serta langkah-langkah pengendalian inflasi yang ditempuh,” dalam siaran persnya.
BI berkomitmen untuk menurunkan ekspektasi inflasi saat ini yang terlalu tinggi (overshooting) dan memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran 3,0+/-1% lebih awal, yaitu ke paruh pertama 2023.
(Baca: Terjadi Deflasi Bulanan, Harga Konsumen Turun Tipis pada Oktober 2022)