Rempang Eco City, Batam, ditetapkan pemerintah sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN). Proyek ini rencananya akan dibangun di lahan seluas 8 ribu hektare dari total 17 ribu hektare luas Pulau Rempang.
Dalam area yang akan dibangun tersebut, terdapat 16 kampung tua yang berisi kurang lebih 700 keluarga yang bakal tergusur.
Pembangunan proyek ini mengundang perpecahan antara polisi—sebagai perpanjangan investor—dan warga. Warga yang menolak direlokasi dan mempertahankan kampung yang berdiri sejak 1843 itu diduga mendapat kekerasan dari polisi pada September 2023 lalu.
Menanggapi kasus tersebut, Litbang Kompas melakukan survei persepsi kepada warga RI lainnya mengenai isu relokasi penduduk Rempang.
Survei menunjukkan, mayoritas atau 56,8% responden beranggapan bahwa warga yang tinggal di kawasan proyek pembangunan Eco City tersebut perlu direlokasi.
Sejumlah responden tersebut menilai, meskipun sudah lama menetap di lokasi tersebut, namun warga yang berkonflik di Rempang belum secara sah memiliki hak atau sertifikat tanah atas tempat tinggalnya.
Pada sisi lain, terdapat pula 29,2% responden yang berpendapat sebaliknya. Mereka menilai, warga yang tinggal di sekitar lokasi proyek di Rempang tak perlu dipindahkan lantaran sudah lama tinggal bahkan telah turun-temurun bermukim di area tersebut.
Meskipun terdapat dua perspektif yang berbeda, survei Litbang Kompas juga menunjukkan, sebanyak 93% responden menilai penduduk Rempang yang terdampak pembangunan proyek perlu diberi kompensasi yang layak.
"Pandangan publik ini perlu dijadikan penanda bahwa pemerintah perlu ekstra hati-hati dalam menyelesaikan konflik Rempang. Walau pada akhirnya relokasi tetap dipilih menjadi jalan keluar, eksekusinya harus dilakukan dengan cara yang tidak kasar," tulis tim Litbang Kompas pada laporannya, Senin (9/10/2023).
Survei ini melibatkan 508 responden dari 34 provinsi di Indonesia, yang dipilih secara acak dari responden panel Litbang Kompas.
Pengambilan data dilakukan pada 18-20 September 2023 menggunakan metode wawancara telepon. Adapun toleransi kesalahan (margin of error) sekira 4,35% dan tingkat kepercayaan 95%.
(Baca juga: Ini Provinsi dengan Kasus Konflik Lahan Terbanyak di Indonesia)