Serangan siber oleh para peretas (hacker) menjadi isu global yang menjadi ancaraman semua negara, termasuk juga perusahaan. Berdasarkan laporan Audit Analytics pada Mei 2020, setidaknya terdapat sembilan informasi perusahaan yang paling banyak menjadi incaran para peretas.
Laporan Audit analytics mengungkap informasi yang banyak diretas berupa data individu hingga informasi keuangan perusahaan pada 2019. Sebanyak 48% perusahaan mengaku nama merupakan informasi yang paling banyak dicuri, diikuti dengan alamat (29%) dan surat elektronik (28%).
Selain itu, informasi keuangan perusahaan juga menjadi mangsa para peretas. Data keungan perusahaan berupa kartu pembayaran (23%) atau debit dan akun bank (8%) juga kerap menjadi incaran.
Sederet perusahaan global pernah mengalami pencurian data. Beberapa di antaranya adalah Yahoo yang kehilangan 3 miliar data, diikuti First American Financial Corporation yang mengalami 885 juta kebocoran data.
(Baca: Ancam Sebar Foto Pribadi, Dominasi Kekerasan Gender pada 2020)
Jenis data yang tercuri dapat mempengaruhi reaksi pasar terhadap isu keamanan perusahaan. Para investor cenderung menghukum perusahaan-perusahaan yang kehilangan data keuangan karena serangan siber.