Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 123 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini bertambah 35 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Rabu (1/1/2025) pukul 11.08 WIB. Dari 123 titik panas terdeteksi, 122 titik skala sedang dan 1 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: 10 Daerah dengan Kualitas Udara Paling Bersih di Indonesia, Balikpapan Posisi Nomor 1 Pagi Ini)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Sumatera Barat sebanyak 40 titik. Bengkulu menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 14 titik. Jambi berada di posisi ketiga sebanyak 13 titik panas.
Sebanyak 11 titik panas terdeteksi di Maluku Utara, Kalimantan Selatan menyusul dengan 11 titik panas, serta Sumatera Utara dan Kalimantan Timur masing-masing memiliki 6 dan 5 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: 10 Daerah dengan Kualitas Udara Paling Bersih di Indonesia, Kabupaten Sambas Posisi Nomor 1 Pagi Ini)