69 Hotspot Terdeteksi di Indonesia Dalam 24 Jam Terakhir (Minggu, 23 Februari 2025)


Nama Data | Nilai |
---|---|
Kalimantan Barat | 12 |
Aceh | 10 |
Maluku Utara | 9 |
Sulawesi Tengah | 8 |
Jawa Tengah | 6 |
Riau | 5 |
Kepulauan Bangka Belitung | 4 |
Kalimantan Selatan | 2 |
Jawa Barat | 2 |
Sumatera Utara | 2 |
- A Font Kecil
- A Font Sedang
- A Font Besar
Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 69 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini bertambah 24 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Minggu (23/2/2025) pukul 11.08 WIB. Dari 69 titik panas terdeteksi, 65 titik skala sedang dan 4 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: 10 Provinsi Paling Banyak Dilanda Banjir pada 2024)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Kalimantan Barat sebanyak 12 titik. Aceh menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 10 titik. Maluku Utara berada di posisi ketiga sebanyak 9 titik panas.
Sebanyak 8 titik panas terdeteksi di Sulawesi Tengah, Jawa Tengah menyusul dengan 6 titik panas, serta Riau dan Kepulauan Bangka Belitung masing-masing memiliki 5 dan 4 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Tren Bencana Banjir Indonesia Sedekade, Mulai Turun Sejak 2021)