173 Titik Panas Terdeteksi di Indonesia Dalam 24 Jam Terakhir (Selasa, 11 Februari 2025)


Nama Data | Nilai |
---|---|
Kalimantan Barat | 38 |
Sulawesi Tengah | 24 |
Riau | 20 |
Maluku Utara | 13 |
Sumatera Barat | 11 |
Kalimantan Timur | 8 |
Sulawesi Selatan | 7 |
Sumatera Utara | 7 |
Jambi | 6 |
Aceh | 6 |
- A Font Kecil
- A Font Sedang
- A Font Besar
Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 173 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini bertambah 69 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Selasa (11/2/2025) pukul 11.03 WIB. Dari 173 titik panas terdeteksi, 3 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 163 titik skala sedang, dan 7 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Banjir Secara Global Turun pada 2023)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Kalimantan Barat sebanyak 38 titik. Sulawesi Tengah menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 24 titik. Riau berada di posisi ketiga sebanyak 20 titik panas.
Sebanyak 13 titik panas terdeteksi di Maluku Utara, Sumatera Barat menyusul dengan 11 titik panas, serta Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan masing-masing memiliki 8 dan 7 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Tren Bencana Banjir Indonesia Sedekade, Mulai Turun Sejak 2021)