Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 183 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini berkurang 194 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Jumat (8/11/2024) pukul 11.23 WIB. Dari 183 titik panas terdeteksi, 1 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 147 titik skala sedang, dan 35 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Gempa Bumi hingga Kekeringan, Ini Bencana Alam yang Sering Terjadi di Indonesia hingga Pertengahan 2023)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Nusa Tenggara Barat sebanyak 38 titik. Sulawesi Tengah menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 32 titik. Nusa Tenggara Timur berada di posisi ketiga sebanyak 26 titik panas.
Sebanyak 15 titik panas terdeteksi di Aceh, Kalimantan Timur menyusul dengan 11 titik panas, serta Maluku dan Sumatera Utara masing-masing memiliki 8 dan 7 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Inilah 10 Gempa Bumi Terbesar Sepanjang Sejarah, Dua di Antaranya dari Indonesia)