Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 556 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini berkurang 38 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Sabtu (2/11/2024) pukul 11.46 WIB. Dari 556 titik panas terdeteksi, 3 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 531 titik skala sedang, dan 22 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: 10 Daerah dengan Kualitas Udara Paling Bersih di Indonesia, Kabupaten Barito Selatan Posisi Nomor 1 Pagi Ini)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Sulawesi Tengah sebanyak 89 titik. Jambi menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 42 titik. Riau berada di posisi ketiga sebanyak 41 titik panas.
Sebanyak 39 titik panas terdeteksi di Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara menyusul dengan 37 titik panas, serta Sumatera Selatan dan Maluku masing-masing memiliki 37 dan 32 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Kualitas Udara Kalimantan Barat Senin Pagi (28/10) Terburuk di Indonesia)