Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 105 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini berkurang 73 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Minggu (12/1/2025) pukul 11.43 WIB. Dari 105 titik panas terdeteksi, 6 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 96 titik skala sedang, dan 3 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: 10 Daerah dengan Kualitas Udara Paling Bersih di Indonesia, Kediri Posisi Nomor 1 Pagi Ini)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Maluku Utara sebanyak 40 titik. Maluku menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 14 titik. Sumatera Selatan berada di posisi ketiga sebanyak 14 titik panas.
Sebanyak 6 titik panas terdeteksi di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan menyusul dengan 5 titik panas, serta Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Timur masing-masing memiliki 5 dan 5 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Kualitas Udara Banten Jumat Pagi (10/1) Terburuk di Indonesia)