Berdasarkan survei yang dilakukan ISEAS-Yusof Ishak Institute, perubahan iklim, pengangguran, dan ketegangan ekonomi menjadi tantangan utama yang dihadapi Asia Tenggara pada 2025. Temuan ini tertuang dalam laporan bertajuk The State of Southeast Asia: 2025 Survey Report.
“Mayoritas penduduk Asia Tenggara (55,3%) mengatakan perubahan iklim dan cuaca ekstrem kini menjadi tantangan terbesar di kawasan ini,” tulis ISEAS-Yusof Ishak Institute dalam laporannya.
Menurut ISEAS-Yusof Ishak Institute, perubahan iklim telah melampaui pengangguran dan resesi ekonomi yang menduduki daftar puncak tantangan yang dihadapi Asia Tenggara dalam dua tahun terakhir.
Berikut daftar lengkap tantangan yang dihadapi Asia Tenggara pada 2025:
- Perubahan iklim dan peristiwa cuaca ekstrem yang semakin parah: 55,3%
- Pengangguran dan resesi ekonomi: 49,3%
- Ketegangan ekonomi yang semakin intensif antara kekuatan-kekuatan besar: 48,3%
- Kesenjangan sosial ekonomi yang melebar dan ketidaksetaraan pendapatan yang meningkat: 43,4%
- Peningkatan ketegangan militer yang timbul dari titik-titik konflik potensial (Laut Cina Selatan, Selat Taiwan, dan Semenanjung Korea): 41,2%
- Ketidakstabilan politik dalam negeri (termasuk ketegangan etnis dan agama): 35,3%
- Terorisme dan ekstremisme: 15,2%
- Memburuknya kondisi hak asasi manusia: 12%.
Sementara di Indonesia, masalah yang dikhawatirkan lebih banyak di bidang ekonomi. “Pengangguran dan resesi ekonomi merupakan tantangan utamanya (66,3%), diikuti oleh melebarnya kesenjangan sosial ekonomi dan meningkatnya ketidaksetaraan pendapatan (61,1%),” tulis ISEAS-Yusof Ishak Institute.
Menurut ISEAS-Yusof Ishak Institute, kekhawatiran itu didorong oleh faktor domestik dan tidak terfokus secara eksternal pada persaingan ekonomi yang kian intensif. Hal ini, berbeda dengan wilayah lainnya.
“Persaingan ekonomi antara Amerika Serikat dan China paling terasa oleh ekonomi terbuka Singapura sebesar 62,4%, diikuti oleh Laos sebesar 58,3% dan Kamboja sebesar 56,4%,” ungkap ISEAS-Yusof Ishak Institute.
Adapun survei The State of Southeast Asia dilakukan pada 3 Januari-15 Februari 2025. Sebanyak 2.023 responden dari sepuluh negara anggota ASEAN terlibat dalam survei online yang menggunakan purposive sampling method ini.
Responden dalam survei tersebut berasal dari lima klaster, di antaranya akademisi, think-tank, atau peneliti; perwakilan sektor swasta; masyarakat sipil, organisasi non-pemerintah (LSM) atau perwakilan media; pejabat pemerintah; dan personel organisasi regional atau internasional.
(Baca: Ini Prediksi Inflasi Asia Tenggara 2025-2026 dari ADB)