Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 184 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini berkurang 114 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Senin (4/11/2024) pukul 11.46 WIB. Dari 184 titik panas terdeteksi, 4 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 168 titik skala sedang, dan 12 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Hampir 5 Ribu Kejadian Bencana Alam di Indonesia Sepanjang 2023, Karhutla Mendominasi)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Maluku Utara sebanyak 27 titik. Kalimantan Timur menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 19 titik. Nusa Tenggara Barat berada di posisi ketiga sebanyak 18 titik panas.
Sebanyak 17 titik panas terdeteksi di Nusa Tenggara Timur, Sumatera Selatan menyusul dengan 15 titik panas, serta Sulawesi Tenggara dan Aceh masing-masing memiliki 12 dan 10 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: 55 Bencana Terjadi pada Tengah September 2023, Karhutla Mendominasi)