Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 833 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini bertambah 163 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Selasa (15/10/2024) pukul 16.11 WIB. Dari 833 titik panas terdeteksi, 21 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 754 titik skala sedang, dan 58 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Papua Barat Catat Jumlah Rumah Rusak Sedang akibat Bencana Alam Sebanyak 3 Unit)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Nusa Tenggara Timur sebanyak 293 titik. Kalimantan Timur menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 95 titik. Nusa Tenggara Barat berada di posisi ketiga sebanyak 66 titik panas.
Sebanyak 58 titik panas terdeteksi di Sulawesi Tengah, Maluku Utara menyusul dengan 57 titik panas, serta Papua Selatan dan Kalimantan Utara masing-masing memiliki 52 dan 40 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Penerima Rumah Susun 2022, Terbanyak Korban Bencana Alam)